Jakarta, Bimasislam— Baru-baru ini Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) bersama dengan Rumah Kebangsaan merilis hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebanyak 41 masjid di kantor pemerintah terindikasi menjadi tempat penyebaran paham radikal. Ke-41 masjid itu tersebar di berbagai Kementerian, lembaga negara, dan BUMN.
Hasil penelitian itu menarik perhatian Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama. Untuk mendapatkan hasil penelitian lebih utuh, Rumah Kebangsaan dan P3M memaparkan hasil penelitiannya di hadapan sejumlah pejabat Ditjen Bimas Islam, di Gedung Kementerian Agama lt.6, Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (13/7).
"Dari hasil survei, menunjukkan angka yang mengejutkan. Dari 100 masjid, 41 masjid terindikasi paham radikal," ujar Agus Muhammad, selaku koordinator penelitian.
Indikator konten radikal tersebut mengacu pada muatan khutbah Jumat yang disampaikan seperti terdapatnya ujaran kebencian, sikap negatif terhadap agama lain, memusuhi kelompok berbeda, mendukung sistem politik lain selain NKRI, dan sikap negatif terhadap pemimpin perempuan dan nonmuslim. Dari temuan ini, Agus mengatakan pihaknya kemudian menyusun kategori radikal tinggi, radikal sedang, dan radikal rendah.
Penelitian ini dilakukan pada sejumlah masjid di kementerian sebanyak 35 masjid, di BUMN 37 masjid, dan di lembaga negara sebanyak 28 masjid. Penelitian dilakukan pada 29 September-21 Oktober 2017, dengan merekam secara audio dan video khutbah Jumat selama periode tersebut.
Dukungan Dirjen Bimas Islam
Dalam pertemuan tersebut, Dirjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin mengucapkan terimakasih atas penelitian P3M karena telah memberikan gambaran kepada pemerintah terkait pemetaan paham keagamaan di masyarakat. “Tentu kami berterimakasih, karena hasil penelitian ini sesungguhnya membantu tugas pemerintah, dalam hal ini Ditjen Bimas Islam,” katanya.
Untuk itu, dikatakan Dirjen, pihaknya akan membantu untuk mendalami penelitian ini lebih lanjut. Hal ini menjadi penting, kata Dirjen, agar P3M dan Rumah Kebangsaan tidak bekerja sendiri. “Ini penting agar apa yang menjadi hasil penelitian ini tidak merambah ke daerah-daerah,” ujarnya.
Ditambahkan Dirjen, pihaknya telah melakukan banyak upaya untuk membimbing masyarakat agar beragama secara moderat. Sejumlah program dengan anggaran cukup besar telah dilakukan Ditjen Bimas Islam untuk menanggulangi paham radikal, bahkan terdapat satu Subdit yang secara khusus memiliki tugas untuk membina paham keagamaan dan penanganan konflik.
Dirjen menjelaskan, pada bulan Mei lalu pihaknya juga telah berkirim surat kepada pimpinan kementerian dan lembaga terkait pelaksanaan ceramah agama di masjid-masjid milik instansi pemerintah. Surat tersebut berisi agar setiap kementerian dan lembaga pemerintah memberikan perhatian serius terhadap pelaksanaan ceramah agama di masjid masing-masing agar tidak menebarkan ceramah-ceramah yang provokatif, penghinaan, penodaan, dan ujaran kebencian yang akan mencederai persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan NKRI.
“Isi ceramah hendaknya bernuansa mendidik dan memberikan pencerahan yang mengarah pada tindakan kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa, serta kesejahteraan dan keadilan sosial,” jelas Dirjen.
Sementara itu, dalam pertemuan tersebut Direktur Rumah Kebangsaan Erika Widyaningsih menyebut bahwa hasil penelitiannya masih bersifat indikatif. Karena itu, imbuhnya, penelitian ini memang masih memerlukan pendalaman lebih lanjut.
Meski begitu, ia berharap agar masjid-masjid milik pemerintah menjadi contoh dalam menyampaikan ajaran agama yang damai dan ramah. Bukan berisi ceramah agama yang menyebarkan provokasi, adu domba, intoleransi, dan sebagainya.
Selain Dirjen Bimas Islam, pertemuan tersebut juga dhadiri oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Juraidi, Kasubdit Bina Paham Keagamaan Islam dan Penanganan Konflik Siti Nur Azizah, Kabag Ortapeghum Thobib Al-Asyhar, Kasubdit Kepusatakaan Islam Kusmindar, dan sejumah pejabat lain di lingkungan Ditjen Bimas Islam.
Sejumlah pertanyaan disampaikan para pejabat Ditjen Bimas Islam terkait penelitian tersebut. Diantaranya mengenai kriteria radikalisme yang digunakan oleh P3M dan Rumah Kebangsaan, frekuensi pendakwah menyampaikan ceramah di masjid-masjid yang menjadi objek penelitian, intensitas waktu penelitian di masjid yang sama, hingga permintaan pemutaran audio ceramah hasil penelitian. Pertemuan berlangsung tertutup sejak pukul 08.30 hingga 10.30 WIB.
Penulis: sigit
Editor: sigit
Foto: bimasislam